Risiko di tempat kerja tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga dapat berdampak serius terhadap kesehatan mental para pekerja. Lingkungan kerja yang sehat dan nyaman dapat mendukung kesehatan mental karyawan, sebaliknya, kondisi kerja yang tidak kondusif secara psikologis dapat memicu gangguan mental bahkan menurunkan produktivitas.
Sejak tahun 1950-an, aspek psikologis dalam dunia kerja telah menjadi fokus berbagai penelitian. Salah satu konsep penting yang muncul dari penelitian ini adalah bahaya psiko-sosial.
Apa Itu Bahaya Psiko-Sosial?
Menurut International Labour Organization (ILO, 1986), bahaya psiko-sosial adalah risiko yang muncul dari interaksi antara isi pekerjaan, organisasi dan manajemen kerja, serta kondisi lingkungan kerja dengan kompetensi dan kebutuhan individu pekerja. Sederhananya, bahaya psiko-sosial merupakan aspek desain dan manajemen pekerjaan yang dapat menyebabkan gangguan psikologis maupun fisik.
Risiko Psiko-Sosial dan Dampaknya
Salah satu dampak paling umum dari risiko psiko-sosial adalah stres kerja. Stres ini muncul ketika tuntutan dan tekanan pekerjaan melebihi kemampuan atau sumber daya yang dimiliki pekerja.
Berikut adalah beberapa contoh risiko psiko-sosial di tempat kerja:
-
Konten Pekerjaan
Pekerjaan monoton, tidak bermakna, atau tidak menggunakan keahlian yang dimiliki dapat menimbulkan ketidakpuasan kerja.
Contoh: Seorang teknisi mesin yang ditempatkan sebagai staf administrasi merasa keahliannya tidak digunakan, yang pada akhirnya menurunkan motivasi kerja.
-
Beban dan Ritme Kerja
Pekerjaan yang terlalu banyak (overload) atau terlalu sedikit (underload), tekanan waktu tinggi, serta tenggat waktu yang ketat dapat menimbulkan stres berat.
Contoh: Pekerja yang terus menerus lembur tanpa waktu istirahat cukup akan mengalami kelelahan mental dan fisik.
-
Jadwal Kerja
Jam kerja yang tidak fleksibel, shift malam, atau jadwal yang tidak dapat diprediksi dapat mengganggu ritme biologis dan kehidupan pribadi pekerja.
Contoh: Pekerja shift malam yang sulit mendapatkan waktu istirahat optimal pada siang hari akan mengalami penurunan performa kerja.
-
Kurangnya Kontrol
Tidak dilibatkannya pekerja dalam pengambilan keputusan serta kurangnya kendali terhadap beban kerja dapat menciptakan rasa tidak berdaya.
Contoh: Pekerja yang tidak diajak berdiskusi dalam kebijakan perusahaan merasa aspirasinya tidak dihargai.
-
Lingkungan Fisik dan Peralatan
Fasilitas kerja yang tidak memadai, ruang kerja sempit, pencahayaan buruk, atau kebisingan tinggi dapat memicu stres.
Contoh: Ruang kerja yang terlalu padat membuat pekerja cepat lelah dan mudah tersinggung.
-
Budaya dan Fungsi Organisasi
Komunikasi yang buruk, minimnya dukungan dari atasan, atau ketidakjelasan dalam aturan kerja dapat memperburuk kondisi psikologis.
Contoh: Adanya miskomunikasi soal jam kerja dan upah membuat pekerja merasa dirugikan.
-
Hubungan Interpersonal
Isolasi sosial, konflik antar rekan, atau kurangnya hubungan baik dengan atasan dapat menimbulkan tekanan emosional.
Contoh: Kasus pelecehan atau bullying di tempat kerja bisa menyebabkan trauma berkepanjangan.
-
Peran dalam Organisasi
Ketidakjelasan tanggung jawab atau konflik peran bisa membuat pekerja merasa bingung dan terbebani.
Contoh: Pekerja yang diberi terlalu banyak tugas tanpa kejelasan peran akan merasa kewalahan.
-
Pengembangan Karier
Kurangnya kesempatan promosi, gaji tidak sesuai, atau karier yang stagnan dapat menimbulkan demotivasi.
Contoh: Pekerja yang tidak pernah dipromosikan meskipun telah bekerja bertahun-tahun akan merasa tidak dihargai.
-
Konflik Pekerjaan dan Kehidupan Pribadi
Ketidakseimbangan antara tuntutan pekerjaan dan kehidupan rumah tangga dapat menimbulkan stres berkepanjangan.
Contoh: Pekerja dengan dua pekerjaan (kantor dan rumah) kesulitan membagi waktu dan energi secara seimbang.
Kesimpulan
Bahaya psikologis di tempat kerja merupakan isu serius yang dapat memengaruhi kesejahteraan dan produktivitas pekerja. Perusahaan perlu menciptakan lingkungan kerja yang sehat, menghargai keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi, serta memberikan dukungan psikologis bagi para karyawannya.
Dengan memahami dan mengelola risiko psiko-sosial, perusahaan tidak hanya menjaga kesehatan mental pekerja tetapi juga meningkatkan performa dan loyalitas mereka.



