Mengapa kecelakaan atau insiden tidak dilaporkan – Why incident accident not reported?
Simak hal berikut mengapa kecelakaan atau insiden tidak dilaporkan:
1. Ketakutan tindakan disiplin.
Banyak diantara kita, para karyawan melihat investigasi sebagai temuan untuk mencari kesalahan (fault finding) ketimbang temuan fakta (fact finding) untuk perbaikan keadaan atau gap. Tidak seorang pun karyawan yang sempurna, dan layaknya manusia yang tidak luput dari salah, mereka merasa takut akan diberikan tindakan disiplin atau hukuman akibat berkontribusi atas terjadinya kelalain yang berakibat celaka atau insiden. Sementara itu memang tindakan disiplin yang baik senantiasa diperlukan. Hukuman adalah bagian kecil dari disiplin. Akan menjadikan para karyawan sebagai kambing hitam (scapegoats). Namun faktanya bahwa banyak supervisor belum dilatih untuk mengatur para karyawannya. Kebanyakan diantara mereka memberi reaksi berupa kritikan dan hukuman (punish) sehingga para karyawan menganggap insiden itu adalah akan berdampak pada hukuman atau tindakan disiplin kepadanya.
2. Menjaga catatan keselamatan tetap baik.
Secara rata-rata umumnya setiap orang tidak ingin bahwa ia memberi catatan keselamatan yang kurang baik pada kelompoknya dengan insiden yang ia alami. Manakala program penghargaan (recognition) dan pemberian hadiah (reward) didasarkan pada tidak adanya insiden atau kecelakaan yang terjadi maka program ini akan melemahkan semangat karyawan untuk melaporkan kecelakaan yang dialami. Tidak seorang pun karyawan yang mau mengotori catatan keselamatannya akibat insiden yang ia alami sehingga ini juga membuat karyawan untuk menutupi cedera ringan, kerusakan atau insiden lainnya yang terjadi.
3. Keterkaitan reputasi.
Karyawan tidak ingin dicap sebagai pembuat celaka (accident prone) atau ia dilabeli sebagai karyawan yang berbahaya oleh supervisornya atau rekan kerjanya. Ia akan mencoba menutupi insiden yang dialami karena takut ia dianggap penyebab reputasi negatif kelompoknya (reputasinya tidak baik). Karyawan yang mengalami insiden ini merasa bersalah dan bertanggung jawab atas rusaknya reputasi dan ia berniat untuk lebih hati-hati ke depannya agar tidak terjadi celaka. Walau ia tidak melaporkan.
4. Takut atas perawatan medis.
Betapa banyak karyawan yang merasa takut untuk dirawat medis seperti dijahit, disuntik. Banyak orang mengalami kecelakaan dengan kehilangan jari tangan dan kaki atau bahkan meninggal karena takut dirawat medis dimana terlalu lama dipertimbangkan untuk melaporkannya. Juga adanya ketakutan bahwa dengan pemeriksaan cedera yang kelihatannya sederhana ternyata akan ada temuan yang lebih parah. Sehingga mereka beranggapan tidak perlu dilaporkan.
5. Tidak menyukai perawat medis.
Beberapa karyawan tidak mau dirawat petugas medis misalnya karena perawatnya perempuan atau yang cedera perempuan dan tidak mau dirawat petugas medis laki-laki. Atau berdasar pengalaman sebelumnya bahwa petugas medis itu pelayanannya buruk atau pelayanannya menyimpang (distorted).
6. Tidak ingin pekerjaan dihentikan.
Kebanyakan karyawan memiliki kepedulian yang tulus agar pekerjaan selesai. Ia tidak ingin dengan melaporkan celaka atau insiden berdampak pemberhentian pekerjaan walau sifatnya sementara dengan adanya perawatan medis atau perbaikan yang rusak. Atau pihak owner menghentikan pekerjaannya berhari-hari maka mereka berpandangan tidak usah dilaporkan karena akibat pelaporan itu sehingga menjadi lebih repot.
7. Keinginan untuk menjaga catatan personal tetap baik.
Banyak program penghargaan secara individu atau penilaian kinerja (performance appraisal) didasarkan pada bahwa si karyawan tidak pernah ada catatan kecelakaan yang dialaminya. Analisa insiden sering kali dikaitkan dengan data personal karyawan sehingga jika terjadi kecelakan ia tutupi karena tidak ingin ada record jelek pada data pribadinya. Karyawan yang belum sepenuhnya memahami sistem pelaporan kecelakaan cenderung menutupi kecelakaan yang ia alami. Beranggapan akan ada catatan hitam pada data pribadinya. Atau mengancam keamanan pekerjaan. Ia takut jika dilaporkan maka dampaknya ia akan kena pemutusan hubungan kerja lebih awal jika suatu waktu ada pengurangan karyawan.
8. Mencegah pita merah atau rapot merah.
Sering kita dengar orang berkata:”Mengapa kita harus repot-repot ditanyai lusinan pertanyaan padahal hanya satu perban! Mendingan tidak usah lapor dari pada banyak ditanyai dan prosesnya lama”. Atau orang yang celaka itu diminta mengisi pernyataan, formulir-formulir. Ketidaknyaman ini membuat karyawan malas melaporkan kecelakaan yang ia alami yang belum tentu bisa menghentikan terjadinya kecelakaan.
9. Kepedulian atas sikap terhadap.yang lain.
Karyawan menghargai hubungan yang baik terhadap supervisornya atau teman kerjanya. Seringkali karyawan merasa jika kecelakaan itu dilaporkan maka “mengadukan” temannya sehingga merasa tidak enak. Diam tidak melaporkan sebagai bentuk solidaritas untuk menjaga hubungan tetap baik.
10. Kurang paham pentingnya pelaporan insiden.
Seringkali karyawan tidak melihat tindakan segera dan tindakan positif setelah insiden dilaporkan. Karyawan melihat kurang peduli dan tidak melihat manfaat setelah insiden dilaporkan. Akibatnya karyawan beranggapan buat apa dilaporkan. Dilapor juga tidak ada untungnya untuk diri mereka. Hal ini bisa terjadi jika kurang mengkomunikasikan betapa pentingnya pelaporan itu. Apakah dalam bentuk manfaat asuransi atau bentuk faedah pengobatan. Atau pentingnya dan manfaat segera dilaporkan agar segera ditangani.
Itulah hal-hal di atas mengapa kasus celaka atau insiden tidak dilaporkan. Dan ingat jika penanganan pelaporan ditanggapi negatif, menyalahkan, membuat mereka diberi tindakan disiplin atau hukuman dll maka percyalah karyawan akan enggan melaporkan kecelakaan yang dialami. Apalagi berbelit-belit penanganannya. Pekerjaan distop maka supervisor cenderung diam tanpa mau melaporkan kecelakaan itu.
Seorang anak yang mengalami celaka dan melaporkan ke ortunya lantas ortunya menyalahkan si anak, memarahi si anak, memaki si anak dan atau melarang si anak untuk bergaul dengan kawannya lagi maka ke depannya niscaya si anak akan diam tanpa mau melaporkan lagi ke ortunya jika mengalami celaka. Beda jika respon positif kepada si anak dan segera ditangani dan dirawat dengan baik, dihargai dengan baik maka pastilah si anak akan memberi tahu ortunya jika mengalami insiden.
Nah bagaimana mendorong agar insiden atau kecelakaan dilaporkan? Moga-moga artikel itu bisa saya posting di waktu kehadapan. InsyaAllah!
Bekasi, 26 Mei 2021
Abdul Majid
Pemerhati dan Praktisi K3L